fbpx

Ubud, Bali May 4-7, 2023

Yoga Dance Music Healing

Buy Tickets now

Blog

Bersaudara lewat Kegembiraan Seorang Anak

Setelah nekat menjajal empat kelas di hari pertama BSF 2013, di hari kedua ini saya ingin sedikit santai dan menikmati hari. Begitu selesai membuat tulisan, saya hanya akan mengikuti dua kelas hari ini. Kebetulan, kedua kelas yang saya tuju berada di lokasi yang sama. Syukurlah!

A Taste of Rainbow Kids Yoga for Adults (Merasakan Rainbow Kids Yoga untuk Dewasa). Demikian nama kelas yang akan saya ikuti. Saya sudah melihat kelas yoga untuk anak ketika Yogathon, pre-event BaliSpirit Festival 2013. Yoga untuk anak bisa dilakukan sejak anak berusia dua atau tiga tahun. Beberapa argumen menyatakan bahwa tidak ada yoga untuk anak-anak. Yoga untuk anak sebetulnya adalah latihan fisik dan keterampilan bersosialisasi. Argumen lain – biasanya para guru yoga dan orangtua anak – menyatakan bahwa ada keterampilan lain yang dipelajari anak ketika beryoga. Mereka belajar mengolah perasaan, berbagi dan menjaga teman-temannya, berlatih fisik dan juga bermeditasi, bahkan anak usia 10 tahun ke atas mulai mengembangkan pemahaman tentang filosofi yoga. Tetapi, saya tidak akan menelusuri argumen-argumen ini. Saya penasaran, bagaimana kalau orang dewasa berlatih yoga dengan cara anak-anak? Hmm, sepertinya menyenangkan. Saya akan mencobanya. 

Saya menunggu di dalam ruangan Bale-Down untuk kelas ini. Panas terik yang luar biasa membuat saya tetap memakai kaca mata hitam meski di dalam ruangan. Pfuiihh, rasanya lama sekali menunggu kelas Kids Yoga dimulai. Saya bertanya ke dua orang di dalam ruangan. Ah, rupanya mereka pun tidak tahu kapan kelas dimulai. Mereka hanya menumpang istirahat dan menurunkan suhu tubuh. Ketertarikan saya berkurang karena menunggu terlalu lama. Mungkinkah tak ada yang tertarik? Saya keluar ruangan dan berkeliling melihat-lihat pameran di Penataran dan Dharma Fair. Setelah sekitar 20 menit berkeliling, saya melewati lagi kelas di Bale Down. Sekadar mengintip. Ouw, ada kegiatan di dalamnya!

Sekitar belasan orang berada di dalam kelas. Semuanya perempuan. Mereka melingkar sambil memegang seutas benang wol berwarna-warni yang terhubungkan satu sama lain. Perlahan, mereka bergerak lalu berbarig. Kini kaki mereka yang terhubung dengan benang wol. Dalam diam, mereka bergerak melepaskan ikatan benang tersebut. Saya terpana. Indah sekali. Instruktur menjelaskan bahwa anak-anak biasanya menyukai permainan tersebut, dan sebetulnya tanpa disadari mereka sedang bermeditasi.

“Hai, mari masuk!” sapa Lei Sadakari, pengajar Rainbow Kids Yoga dari Jepang. Bando merah dan jepitan bunga merah besar di kepalanya, mata yang berbinar-binar dan senyum yang lebar. Sapaan dan tampilan Lei yang ceria membuat saya bergairah kembali. Segera saya buka tikar yoga dan meletakkannya dalam lingkaran. “Kita akan melakukan Vinyasa dengan cara-cara yang gembira,” pandu Lei. Kami membuat gerakan beruntun seperti ombak, mengikuti teman di sebelah kirinya. Fokus perhatian kami terasah, kami saling memperhatikan dan menjaga teman di sebelahnya, dan tidak frustasi memikirkan pose tubuh. Musik pop santai mengiringi kami. Kami ikut mengalunkan lagu. Saya merasa gembira, rileks dan tidak terpaku pada “kesulitan/kerumitan” berpose. Kalau saya salah, teman di kiri-kanan saya membetulkan. Sister helping sister. Saudari membantu saudari. Suasananya seperti kelompok dukungan (support group) yang biasa dipandu para konselor. Bedanya, yoga yang menjadi konselor kami. Tanpa terasa, sudah 30 menit kami melakukan Vinyasa!

Beberapa anak-anak yang tinggal di sekitar Purnati (lokasi BSF 2013) mengamati – tepatnya menonton – kami. “Ayo, ikut saja masuk,” undang Lei bersahabat. Prayoga dan teman-temannya masuk dengan malu-malu dan mengikuti gerakan kami. Kami melakukan gerakan berpasangan dengan anak-anak ini, gerakan berantai, dan berpose untuk fotografer. Bahasa tidak menjadi kendala karena ada saya dan dua orang Indonesia lagi serta seorang Amerika yang pandai berbahasa Indonesia. Lagipula, anak-anak lebih cerdas dari kita. Mereka tidak perlu bahasa. Mereka hanya mengamati contoh gerakan dan mengikuti. Energi keceriaan dan kegembiraan mereka menular ke seisi kelas. Terlebih ketika fotografer BSF meminta kami berpose dan melakukan beberapa gerakan.

“Hey, kalian sungguh-sungguh beragam dan kompak,” ujar sang fotografer. Oya? Saya amati lagi. Ya, memang benar. Saya perhatikan saudari-saudari baru saya. Ada yang dari Amerika Serikat, Australia, Jepang, China, dan tentu saja Indonesia. Usia kami juga beragam. Mulai dari Prayoga dan teman-temannya yang masih anak-anak hingga beberapa saudari yang hampir separuh baya. Yoga – persisnya yoga untuk anak-anak – membuat ikatan persaudaraan baru. Rainbow Kids Yoga menggunakan metode permainan dengan gerakan-gerakan yoga Vinyasa. Kami melingkar, berjajar, berpura-pura main sepeda dan naik ojek, membuat ombak, memakai selendang warna-warni, meditasi dengan permainan bola, menyanyi, saling memijat. Tua-muda berbagai bangsa. Tanpa disadari, sudah terbentuk ikatan di antara kami. Saling jaga. Inilah spirit yoga. Persaudaraan. Kasih sayang.

photo by Hielrick Georges Dajon

Hari semakin sore, semakin banyak anak-anak setempat yang ikut bergabung. Sebagian lagi hanya mengamati dan turut tertawa. Ekspresi penasaran dan tertarik tergambar di wajah mereka. Sebetulnya kelas sudah selesai, tetapi kami masih belum ingin pergi. Bahkan Prayoga dan teman-temannya juga tidak meninggalkan kelas. Senyum masih mengembang lebar di wajah kami masing-masing. “Oke, satu gerakan lagi untuk kelas ini,” kata Lei Sadakari memahami pikiran kami. Yeayy! Dan kami (termasuk anak-anak) pun bergerak gembira.

photo by rainbow kids yoga team

***

Continue the conversation on Twitter – use #balispirit in your posts on festival highlights, photos and shares. 
Lanjutkan pembahasan di Twitter – gunakan #balispirit dalam posting-posting tentang festival, foto dan berbagi media lain.

Written by : Vincentia Widyasari

FOLLOW US

Subscribe to RSS Feed

Latest Posts

TAGS

ARCHIVES