Yoga Sosial ala Bali Spirit Festival 2016
Bali Spirit Festival ke-sembilan di Ubud. (CNN Indonesia/Vega Probo)
Jakarta, CNN Indonesia — Yoga bukan semata mengenakan kostum olahraga, lalu menggelar matras di studio atau ruang terbuka. Lebih dari itu, yoga dapat diaplikasikan ke dalam banyak elemen kehidupan, dari ilmu, karya, sampai kesadaran spiritual.
Demikian disampaikan Kadek Gunarta, co-founder dan cultural liaison Bali Spirit Festival. Tahun ini, acara yang memadukan memadukan yoga, musik, tari, dan seni, digelar di Bhanuswari dan Agung Rai Museum of Art, Ubud.
Walaupun mengelola Bali Spirit Festival dan studio olah tubuh Yoga Barn, suami Meghan Pappenheim ini mengaku, lebih sering melakukan yoga batin sesuai ajaran dan latar belakang keluarganya dalam bakti dan karma.
Dengan latar belakang yoga batin, pria yang pernah bekerja membangun pura, mengurus permakaman (untuk ngaben), dan menjalankan bisnis kerajinan tangan ini menerapkannya di Bali Spirit Festival.Festival ini, diakui Kadek, merupakan kolaborasi antara dirinya sebagai orang Bali dengan sang istri yang berasal dari Barat. “Istri melihat apa kebutuhan orang Barat, saya melihat apa yang bisa diberikan dari Bali.”Pada akhirnya, pasangan yang sudah saling kenal sejak 1992 ini juga melihat apa yang bisa diberikan Barat untuk Bali. “Inilah titik temunya,” kata Kadek. Lalu, keduanya berkompromi dan menggagas Bali Spirit Festival, sejak 2008.
“Prinsipnya, kami mengadakan acara ini untuk berbuat kebaikan, menjadi pribadi yang lebih baik, juga bermanfaat bagi masyarakat dan alam. Kalau penjahat saja bisa bersatu, apalagi kita yang mau berbuat baik.”
Sementara soal waktu perhelatannya, menurut Meghan disesuaikan dengan jadwal Hari Nyepi. “Biasanya satu atau dua minggu sebelum atau sesudah Nyepi, agar tim Bali punya waktu untuk menyelesaikan venue.”
Semula, di acara perdana, pada 2008, hanya 150 orang—turis maupun ekspat di Bali—yang berpartisipasi. Kini, sekitar 1.200 orang menjejali venue di dua lokasi, Agung Rai Museum of Art dan Bhanuswari, Ubud.
|
Mengusung spirit kehidupan khas Bali, maka acara ini pun diberi tajuk Bali Spirit Festival. “Konsepnya simpel,” kata Kadek. “Hidup manusia akan seimbang kalau keseimbangan keselarasan antara tiga pilar.”Ketiga pilar itu, Kadek menjelaskan, meliputi spiritual, kemanusiaan dan kecintaan pada alam. Secara universal, menurutnya, hidup manusia bisa seimbang bila memelihara hubungan harmonis dengan Sang Maha Pencipta, sesama manusia, dan alam.
Sejauh ini, panitia dan partisipan Bali Spirit Festival sudah melakukan aksi penghijauan, menanam ribuan bibit bambu di lereng Gunung Batur. Tak sekadar menanam, melainkan juga berkomitmen memelihara.
“Bersama tim kami turun ke lapangan untuk mencari anggota masyarakat yang bersedia memelihara tanaman bambu,” kata Kakek seraya menegaskan upaya memelihara jauh lebih penting ketimbang sekadar menanam.
“Lebih baik menanam sepuluh bibit bambu tapi dipelihara, daripada seratus bibit tapi dibiarkan tak terurus,” katanya. Timnya pun melakukan monitoring untuk semua aksi sosial.
Selain lingkungan, panitia dan partisipan Bali Spirit Festival juga menggalang dana untuk mendanai beragam workshop, dari kesenian sampai kemanusiaan. Juga membiayai aksi sosial, dari peduli sampah, air sampai HIV/AIDS.
Kegiatan ini, menurut Kadek, boleh dikatakan sebagai corporate social responsibillity(CSR). Ia menegaskan, “Giving back to the community. Inilah spirit of Bali yang saya ketengahkan ke dalam festival.”
(vga/vga)