Dari 2B Lama, Menuju 2B Baru
Perhelatan akbar BaliSpirit Festival (BSF) kembali berlangsung di Ubud, Bali. Berlokasi di Purnati Resort, Batuan-Gianyar, festival yang diadakan pada tanggal 20-24 Maret 2013 ini mempertemukan berbagai bangsa lewat bahasa universal : yoga, musik, tari dan meditasi.
Ada perkembangan yang cukup menggembirakan di BSF tahun 2013 ini. Salah satunya adalah jumlah peserta Indonesia sudah bertambah secara signifikan jika dibandingkan tahun-tahun yang lalu. Sedikit-banyak ini menunjukkan bahwa BSF bukan milik ekslusif segolongan orang. Stigma negatif yang menyatakan bahwa BaliSpirit Festival adalah milik “2B” semakin dibuktikan ketidakbenarannya. 2B? Maksudnya?
“B” yang pertama adalah “Bule”.
Apakah karena peserta BSF –sementara ini- kebanyakan mereka yang berkulit putih, tidak berarti festival ini serta-merta menjadi monopoli milik Bule. Faktanya BSF terbuka untuk siapapun. Entah Bule ataupun tidak Bule, entah pribumi atau expatriat, yang pasti siapapun mereka yang menaruh minat terhadap yoga, meditasi, tari dan musik, boleh menjadi peserta festival ini. Persoalannya adalah kenyataan dimana memang masyarakat kita sedikit terlambat untuk mengenal yoga. Perkembangan yoga baru mulai memasyarakat di Indonesia, membuat kesan seolah-olah BaliSpirit Festival adalah pesta Bule. Padahal, jika kita mau menoleh sejenak kebelakang dan memeriksa asal-muasal yoga, kita semua tentu hafal di luar kepala bahwa yoga berawal dari budaya kuno yang erat berakar pada masyarakat Hindu di India. Orang-orang seperti John Friend dengan Anusara-nya lah yang kemudian menjadi salah satu pelopor yang memperkenalkan Yoga ke dunia para Bule (Amerika, Eropa dan Australia).
Lalu “B” yang kedua yaitu “Bali”.
Meskipun ada kata “Bali” di dalam nya dan diadakan di Pulau Dewata, bukan berarti festival ini adalah milik orang-orang Bali. Faktanya, masyarakat Bali pun sebenarnya belum terlalu sadar dengan keberadaan festival ini. Sepuluh masyarakat awam di daerah Ubud, yang ditemui dan dipilih secara acak, mengaku tidak mengetahui apa itu BaliSpirit Festival.
Sehingga, bagaikan bumi dan langit jika kita mencoba membandingkan kepopuleran BaliSpirit Festival dengan Pesta Kesenian Bali yang sudah demikian termasyur itu. Jadi jelaslah bahwa untuk sementara ini, tidak dapat dipungkiri bahwa BSF baru hanya dikenal dalam kalangan terbatas, yaitu mereka-mereka yang telah mengenal yoga. Bukan suatu hal yang mustahil, jika kemudian berbagai kebudayaan nasional, seperti tari Jawa, Papua, dan sebagainya, dan juga beragam budaya internasional dari berbagai negara juga akan dan semakin mewarnai BSF.
Namun kita semua tentu berharap bahwa suatu saat nanti –tidak lama lagi- BaliSpirit Festival akan menjadi festival yang dinikmati dan dirayakan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Bali pada khususnya. Sehingga 2B yang pertama, yaitu “Bule” dan “Bali” akan mendapatkan penafsiran lain yang lebih tepat dan universal, yaitu : “Bersama” dan “Bersaudara”.
Bukan hanya lantaran atmosfir kebersamaan dan persaudaraan memang kental mengalir dalam festival ini, namun juga karena seharusnya BSF dapat menginspirasi setiap anak bangsa ini tentang arti penting sebuah kebersamaan dan persaudaraan tanpa harus menghilangkan berbagai perbedaan dan keberagaman. Sesuatu yang sangat esensial bagi sebuah bangsa yang memiliki keanekaragaman dalam berbagai hal. Tanpa semangat 2B tersebut, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan selalu disibukkan oleh isu-isu yang berakar pada keberagaman yang ada di masyarakat. Seperti yang kerap terjadi sampai saat ini di negeri yang sangat kita cintai ini. (*)
Written by : Made Teddy Artiana