Ubud, Bali May 4-7, 2023

Yoga Dance Music Healing

Buy Tickets now See Schedule

Blog

Hari Pertama BSF 2013: Eksplorasi Pemula

Coba Anda bayangkan seorang pemula yoga mengikuti kegiatan sekelas Bali Spirit Festival, dengan guru-guru yoga senior tingkat dunia. Itulah saya dalam Bali Spirit Festival ke-6 ini. Tegang, ragu, deg-degan, tetapi juga bersemangat!

Simon Park memperbaiki pose seorang peserta. Photo by Freandy Rumagit

Di hari pertama ini, saya hanya berniat melihat-lihat saja. Hanya ingin mendapatkan gambaran umum seperti apaBali Spirit Festival 2013. Mungkin ditambah dengan wawancara kepada peserta dan para guru, juga peserta Dharma Fair. Itu awalnya.

Semua berubah ketika saya memasuki kelas Simon Park yang bertemakan Prana Flow, Surfing the Vinasa Wave. Langsung saya menyesal tidak membawa perlengkapan yoga! Simon begitu leluasa bergerak dan amat membantu peserta yang kesulitan dengan gerakannya. Kelas itu ramai dipadati peserta, mungkin sekitar 50 orang. Mereka sudah hadir sejak sebelum pukul 08.00.

Setelah puas mengamati (persisnya melihat cara pengajaran Simon), saya berkeliling Purnati. Orientasi ruang sekaligus mengamati apa yang terjadi di setiap kelas. Wow, saya terpukau melihat banyaknya peserta di setiap kelas. Padahal ini kelas pagi hari, yang mulai pukul 08.00. Perjalanan ke Purnati memakan waktu sekitar 20 menit, belum ditambah waktu tunggu mobil shuttle. Artinya, dari pukul 07.00 mereka sudah siap berangkat. Bagaimana dengan mereka yang masih jetlag karena perbedaan waktu? Kagum saya dengan antusiasme para peserta. Beragam suku bangsa yang hadir di Bali Spirit Festival 2013. Eropa, Amerika, Afrika, Asia. Semua berkumpul menjadi satu. Saling menyapa dan tersenyum satu sama lain. Merasakan keterhubungan dan persaudaraan satu sama lain. Bukan basa-basi. Saya langsung merasa betah. Dan lagi-lagi saya menyesal, tidak membawa tikar yoga. Hiks.

Penyesalan saya tak lama. Ada kelas Zumba yang tidak memerlukan tikar yoga. Yeayy! Kelas pertama saya di BSF 2013. Zumba merupakan gabungan antara aerobik dan tarian-tarian Amerika Latin. Kelas dil

akukan selama satu jam non-stop. Mandi keringat, senyum lebar dan kepala tegak. Zumba membuat saya terbangun dan berenergi untuk menjalani kelas-kelas selanjutnya. Tak lama teman saya menghampiri dan meminjamkan tikar yoganya! Horeee! Terima kasih Shanti 🙂

Saya kemudian memasuki kelas Nadine McNeil yang menekankan tentang TheGift of Giving Yoga and Writing. Di kelas ini, saya belajar bagaimana yoga bisa menjadi medium transformasi bagi kehidupan bermasyarakat. Nadine menggali kepada sekitar 20an peserta tentang mengapa kita mau memberi. Kelas dibuka dengan sharing harapan peserta mengikuti kelas, niat/intensi pribadi dalam kehidupan ini dan warna yang muncul. Saya menemukan kesamaan, bahwa semua yang hadir di kelas merasa mendapatkan berkah kehidupan yang luar biasa dan ingin meneruskannya kepada yang lain. Sesederhana “memberikan kembali”, menjadi cinta dan kebaikan bagi mereka yang membutuhkan. Keterbukaan sesama pesert

a membuat saya semakin merasa kita satu. Dan saya merasakan kebaikan bersama. Setelah melakukan beberapa gerakan yoga sederhana (pemula seperti saya pun bisa! horee), Nadine menggali lagi tentang siapa sesungguhnya diri kita dan kemungkinan-kemungkinannya. Kami kemudian berbagi di depan semua peserta. “Saya mungkin menjadi cinta dan kegembiraan, serta penari kehidupan. Dan itulah diri saya,” ujar saya kepada kelas. Meski dengan sedikit grogi, saya bisa mengucapkannya di depan kelas. Wow!

Berbagai suku bangsa disatukan oleh yoga dalam BSF 2013 Photo by Made Teddy Artiana

Setelah rehat makan siang, saya meneliti jadwal kelas-kelas yang ada.Hmm, bagaimana kalau saya coba kelas Gigi Yogini? Kelasnya tentang Primal Core Tantra Kundalini. Apa pula itu? Berdasarkan saran seorang teman yang juga guru yoga, saya masuk ke kelas tersebut. Gerakannya tidak sulit, tetapi pengaturan napasnya membuat saya kepayahan! Saya berusaha mengatur napas sesuai instruksi. Ayo, jangan menyerah! Musik Afrika yang bersemangat, teriakan bebas para peserta dan panduan Gigi, membantu saya untuk terus maju. “Ayo, kita bersama-sama di sini. Kamu tidak sendirian,” ujar Gigi menyemangati. Kami bersama-sama menarik napas, menghembuskan napas dengan keras, berpusat pada cakra di perut (solar plexus). “Cakra pertama kita adalah bumi, yang kedua adalah air, dan ketiga api. Kundalini menggabungkan ketiganya,” tutur Gigi. Ia menjelaskan bahwa kundalini adalah tentang bekerja keras dan kemudian memasrahkan hasil kerja keras tersebut kepada Sang Pemilik Hidup. Kundalini adalah tentang merangkul hal-hal baik dan menerima hal-hal buruk yang terjadi, berani menerima dan melepaskan. Kyararayararaa! Pekik kami di kelas. Suara musik, hembusan napas, pekikan menjadikan kelas begitu dinamis. Tarian bersama mengakhiri sesi kelas kami. Energi mengalir deras dalam tubuh saya!

Relaksasi dalam kelas Satyananda Yoga(photo by Made Teddy Artiana)

Saatnya menenangkan diri kembali. Maka, saya memasuki kelas Satyananda Yoga: Gateway to Samadhi. Kelas tidak begitu penuh. Mungkin sekitar dua puluhan orang. Berbeda dengan kelas lain, Satyananda Yoga lebih menekankan aspek spiritual dari yoga. Kelas dipandu Swami dan banyak menyanyikan mantra.

Kami dipandu untuk relaksasi selama 45 menit. Sesungguhnya saya tidak ingat persis apa yang terjadi saat relaksasi. Kami diminta berbaring dan mengikuti instruksi Swami. Entah di instruksi yang mana, saya tertidur nyenyak! Saya terbangun ketika Swami mengatakan sesuatu tentang menari di pusaran kosmis, mengikuti suara seruling Krishna, dan kami diminta mendengarkan suara seruling yang dibunyikan. Relaksasi ditutup dengan pengucapan mantra dalam lingkaran, sambil meletakkan bunga.

Hari pertama BSF 2013 sudah selesai. Wah, 4 kelas dalam sehari! Entah ini eksplorasi yang berlebihan atau saya memang sangat bersemangat. Hari ini saya telah menari, merefleksikan tentang pemberian dan siapa saya, berlatih cakra solar plexus (dan menari lagi!), lalu menutup semua dengan relaksasi dan mantra. Pengalaman yang lengkap dan penuh. Berbagai variasi jenis yoga, variasi guru, variasi teman peserta. Namun, semua menyatakan hal yang sama. Kita adalah serpihan dari energi besar yang menghidupi alam semesta ini. Kita terhubung satu sama lain. Kita sebetulnya satu. Itulah yang saya dapatkan di hari pertama ini. Tak sabar menanti hari kedua tiba.

Written by : Vincentia Widyasari

FOLLOW US

Subscribe to RSS Feed

Latest Posts

TAGS

ARCHIVES